Studi: Pasutri Pisah Tidur Kunci Hubungan yang Sehat dan Bahagia
A
A
A
JAKARTA - Tidur terpisah atau pisah ranjang bagi pasangan suami-istri (pasutri) kerap ditafsirkan sebagai masalah dalam rumah tangga. Padahal, menurut survei terbaru, tidur terpisah bisa menjadi kunci terbinanya hubungan yang lebih sehat dan bahagia bagi sepasang pasutri.
Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh sebuah perusahaan matras di Inggris namun disetujui sejumlah pakar itu menyebutkan bahwa satu dari enam pasutri memilih tidur terpisah bukan karena mereka sedang marahan, melainkan ingin menikmati tidur yang benar-benar nyenyak pada malam hari. Suara denguran dan geliat badan pasangan saat tidur rupanya bisa menjadi masalah besar. Belum lagi saat salah satu terjaga di tengah malam sementara pasangannya tampak tertidur tanpa gangguan selama berjam-jam, bisa menimbulkan sebuah perasaan yang disebut sleep divorce.
Studi tersebut bahkan merekomendasikan agar pasutri didorong untuk sesekali tidur terpisah. Dr Neil Stanley, sleep expert asal Inggris, termasuk yang setuju dengan hal ini.
Dr Standley sendiri telah melakukan riset mengenai tidur selama 35 tahun dan sejak lama tidur terpisah dengan pasangannya. Pada 2005, ia pernah melakukan penelitian dengan memakaikan sebuah alat pada pasangan pasutri selama mereka tertidur. Alat tersebut berguna untuk memonitor apapun yang terjadi selama pasutri itu tidur. Termasuk gerakan, dengkuran, atau keterjagaan. Hasilnya menunjukkan kalau saat salah satu bergerak maka pasangannya akan ikut bergerak atau menggeliat. "Bahkan gangguan ketiga dalam tidur Anda pasti disebabkan oleh pasangan," kata Dr Stanley, seperti dikutip dari laman Dailymail.co.uk.
Sang pakar menambahkan, gangguan tidur pada pasutri dampaknya akan sangat besar pada kesehatan fisik maupun hubungan pasangan tersebut.
Studi lain soal tidur dilakukan pada 2016 oleh analis di Paracelsus Medical University, Jerman. Studi itu menyatakan, persoalan tidur dan hubungan suami-istri selalu terjadi secara simultan. Riset ini menemukan bahwa mereka yang kurang tidur akan menghadapi tingkat cerai yang tinggi. Selain itu, terganggunya waktu tidur dapat membuat seseorang kehilangan rasa empati dan biasanya lebih defensif dalam berargumentasi.
Dr Stanley menyebutkan lagi bahayanya kurang tidur. Yaitu mengurangi performa diri dan hubungan dengan pasangan, meningkatkan risiko kecelakaan, dan bahkan untuk jangka panjang bisa dikaitkan dengan penyakit diabetes tipe 2 serta depresi.
Lantas, apakah tidur terpisah akan memberi dampak negatif terhadap kehidupan seksual pasutri?
Dr Standley bilang, tampaknya tidak. Malah jadi lebih baik karena dengan tidur terpisah lalu bersatu kembali saat akan melakukan hubungan seksual, aktivitas intim di ranjang menjadi lebih disengaja dan itu memberi efek yang bagus buat keharmonisan pasutri.
Hasil survei terbaru yang dilakukan oleh sebuah perusahaan matras di Inggris namun disetujui sejumlah pakar itu menyebutkan bahwa satu dari enam pasutri memilih tidur terpisah bukan karena mereka sedang marahan, melainkan ingin menikmati tidur yang benar-benar nyenyak pada malam hari. Suara denguran dan geliat badan pasangan saat tidur rupanya bisa menjadi masalah besar. Belum lagi saat salah satu terjaga di tengah malam sementara pasangannya tampak tertidur tanpa gangguan selama berjam-jam, bisa menimbulkan sebuah perasaan yang disebut sleep divorce.
Studi tersebut bahkan merekomendasikan agar pasutri didorong untuk sesekali tidur terpisah. Dr Neil Stanley, sleep expert asal Inggris, termasuk yang setuju dengan hal ini.
Dr Standley sendiri telah melakukan riset mengenai tidur selama 35 tahun dan sejak lama tidur terpisah dengan pasangannya. Pada 2005, ia pernah melakukan penelitian dengan memakaikan sebuah alat pada pasangan pasutri selama mereka tertidur. Alat tersebut berguna untuk memonitor apapun yang terjadi selama pasutri itu tidur. Termasuk gerakan, dengkuran, atau keterjagaan. Hasilnya menunjukkan kalau saat salah satu bergerak maka pasangannya akan ikut bergerak atau menggeliat. "Bahkan gangguan ketiga dalam tidur Anda pasti disebabkan oleh pasangan," kata Dr Stanley, seperti dikutip dari laman Dailymail.co.uk.
Sang pakar menambahkan, gangguan tidur pada pasutri dampaknya akan sangat besar pada kesehatan fisik maupun hubungan pasangan tersebut.
Studi lain soal tidur dilakukan pada 2016 oleh analis di Paracelsus Medical University, Jerman. Studi itu menyatakan, persoalan tidur dan hubungan suami-istri selalu terjadi secara simultan. Riset ini menemukan bahwa mereka yang kurang tidur akan menghadapi tingkat cerai yang tinggi. Selain itu, terganggunya waktu tidur dapat membuat seseorang kehilangan rasa empati dan biasanya lebih defensif dalam berargumentasi.
Dr Stanley menyebutkan lagi bahayanya kurang tidur. Yaitu mengurangi performa diri dan hubungan dengan pasangan, meningkatkan risiko kecelakaan, dan bahkan untuk jangka panjang bisa dikaitkan dengan penyakit diabetes tipe 2 serta depresi.
Lantas, apakah tidur terpisah akan memberi dampak negatif terhadap kehidupan seksual pasutri?
Dr Standley bilang, tampaknya tidak. Malah jadi lebih baik karena dengan tidur terpisah lalu bersatu kembali saat akan melakukan hubungan seksual, aktivitas intim di ranjang menjadi lebih disengaja dan itu memberi efek yang bagus buat keharmonisan pasutri.
(tsa)